Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, siapa yang tak kenal dengan ikon pariwisata yang sangat erat dengan kebudayaan Jawa ini? Walau tidak dibuka secara keseluruhan untuk publik, tapi tempat kediaman Sultan Yogyakarta ini memiliki beberapa area yang dapat kita kunjungi sebagai destinasi wisata saat di Jogja.
Setiap hari, Keraton Yogyakarta dibuka kecuali hari Senin, dan pengunjung dapat mengunjungi Keraton Jogja selama jam kunjungan mulai 08.30 sampai 14.00. Hanya dengan membayar biaya retribusi sebesar Rp8.000 untuk warga lokal dan Rp15.000 untuk turis asing, pengunjung akan dapat menikmati wisata masa lalu Yogyakarta dengan berkeliling keraton ditemani dengan tour guide yang akan memberikan pengunjung ilmu, budaya, serta sejarah dari keraton & Yogyakarta itu sendiri.
Keraton dibagi menjadi beberapa kompleks meliputi beberapa pendopo, halaman, serta beberapa museum yang menyimpan berbagai benda peninggalan Kasultanan Yogyakarta. Benda-benda tersebut tampak masih sangat terawat & dilestarikan dengan baik sampai saat ini.
Selain melihat kearifan budaya Yogyakarta, pada waktu tertentu kita bisa melihat pagelaran seni sebagai suguhan kepada para wisatawan yang datang. Seperti halnya pagelaran gamelan “Uyun-uyun” yang diadakan setiap hari Kamis dan beragam pagelaran tari-tarian setiap hari Sabtu dan Minggu.
Izzul Hudia Alfaza | STIP Batch 3 | Universitas Sebelas Maret
Seringkali kita menemukan berbagai larangan yang tersebar baik dari mulut ke mulut maupun beredar di internet, salah satunya adalah larangan memakai batik bermotif garuda saat ke keraton karena menurut beberapa sumber hal tersebut dapat menyebabkan celaka. Namun, setelah menemui langsung dan berbicara kepada salah satu pemandu wisata yang ada di keraton, ternyata diketahui bahwa hal diatas tadi hanyalah mitos.
Bahkan beliau mengaku tidak pernah mendengar kabar burung tersebut, lebih lanjut bahkan dijelaskan bahwa aturan baku yang selama ini berlaku justru mengenai pemakaian batik bermotif parang. Segala pakaian batik yang memiliki motif parang baik itu parang barong, parang kusumo, parang rusa, dan sebagainya hanya boleh dipakai oleh para bendoro atau raja ketika di lingkungan keraton, dalam hal ini Sultan.
Parang sendiri memiliki arti ombak, yang secara filosofis memiliki makna wibawa, kekuasaan, serta keagungan.Jika ada seorang pengunjung yang memakai batik bermotif parang, maka mau tidak mau ia harus melepasnya ataupun berganti pakaian jika ingin masuk ke keraton Yogyakarta.
Jika berkaitan dengan keraton, tidak akan ada habisnya jika berbicara mengenai filosofi. Konon setiap bangunan, tumbuhan, dan seisi keraton memiliki filosofinya masing-masing.
Seperti halnya keberadaan pohon kemuning, yang memiliki filosofi “hening” atau “keheningan” yang dapat menciptakan suasana ketenangan bagi yang berada di sekitarnya, juga mengingatkan siapa saja untuk selalu berbuat kebaikan.
Tidak hanya itu, pintu pintu utama keraton yang katanya sejajar, akan membentuk sebuah garis lurus apabila ditarik dari titik Gunung Merapi ke titik Pantai Parangtritis. Secara simbolis hal itu mengatakan bahwa kota Yogyakarta adalah perwujudan buah hati dari pertemuan seorang laki-laki dan perempuan (Gunung Merapi & Pantai Parangtritis).
Ketika mengunjungi keraton, bisa dipastikan kita semua akan melihat beberapa orang yang memakai busana khas Jawa dan tidak memakai alas kaki, yang disebut sebagai Abdi Dalem.
Saat ini, ada lebih dari 2000 Abdi Dalem yang mengabdikan dirinya ke keraton, yang kemudian terbagi menjadi 2 jenis yaitu Abdi Dalem Punakawan dan juga Abdi Dalem Swabekti. Abdi Dalem Punakawan adalah yang berasal dari masyarakat biasa dan biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memulai dari dasar hingga kanjeng. Sedangkan Abdi Dalem Swabekti adalah yang berasal dari pegawai daerah seperti TNI, guru, PNS yang sudah pensiun dan memilih mengabdikan sisa hidupnya kepada keraton secara sukarela.
Di dalam Abdi Dalem sendiri juga terdapat beberapa kawedanan atau instansi untuk dijadikan tujuan penempatan seorang Abdi Dalem dalam bertugas, seperti Abdi Dalem bagian pemandu wisata, prajurit, keamanan, dan sebagainya.
Menjadi Abdi Dalem adalah bagaimana kita berusaha untuk memenuhi tiga hal yaitu “Kesetiaan, Kesadaran, dan Kerelaan”. Kebanyakan orang yang menjadi Abdi Dalem didasari oleh alasan ingin mencari ketenangan dan ketentraman hidup, hal ini terkait dengan kondisi batiniah mereka yang sudah lelah mengejar duniawi.
Good
Keren, ini iconic bangettt